Memperkuat Literasi Digital Untuk Bekal Menuju Indonesia Emas 2045

featured-image

Disadur dari naskah amanat upacara senin pagi di SMAN 1 DUMAI oleh Ibu Yeni Fitria.

Apa itu Indonesia emas? Ada yang pernah dengar istilah tersebut? 

Indonesia emas memiliki artian usia emasnya negara Indonesia yaitu tepat berumur 100 tahun atau 1 abad yaitu bertepatan pada tanggal 17 agustus 2045 indonesia genap berumur 100 tahun. Pemerintahan Jokowi dodo telah Menyusun visi dan misi indoneisa emas dan dapat dilihat di website resminya www.indoneia2045.go.id. Rentang waktu yang kita punya saat ini kurang lebih 21 tahun lagi (dihitung dari 2024) kita akan berada pada Indonesia yg berumur 100 tahun Indonesia emas, namun pertanyaannya adalah apakah Indonesia akan benar-benar bersinar keemasan pada saat itu nanti? Ataukah nanti Indonesia akan redup bahkan gelap gulita?

Golden age atau usia emas memiliki makna bahwa seseorang atau suatu bangsa sedang berada pada puncak kejayaan atau kesuksesan. 21 tahun yang akan datang, semua anak-anak ibu yang ada disini, generasi kalian nantilah yang akan menetukan apakah Indonesia akan bersinar cerah, Indonesia jaya, Indonesia berada pada puncaknya, ataukah sebaliknya. Pada tahun 2045 nanti, ditangan kalianlah tanggung jawab itu berada, karena pada saat itu kalian sudah ada yg menjadi kepala bagian, kepala bidang, kepala pemerintahan, pimpinan perusahaan, baik yg skala kecil maupun besar. Semua itu bisa dicapai jika dipersiapkan dari sekarang. Namun jika kita lihat pada fakta generasi Indonesia saat ini apakah mungkin Indonesia nanti akan mengalami golden age di tangan kalian?

Mari kita lihat fakta-fakta yang ada saat ini. Dikutip dari kominfo, UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua terbawah soal literasi dunia. Menurut UNESCO minat baca Indonesia sangat meprihatinkan, hanya 0,001%, yang artinya dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca. Survey ini dilakukan pada tahun 2016, negara yang disurvey ada 62, dan Indonesia ada di rangking 61. Apakah dengan fakta ini Indonesia akan berada pada usia emas 20 tahun lagi? Sementara generasi ini yang nantinya sebagai penentu arah Indonesia 20 tahun akan datang minat bacanya rendah, bahkan bisa dikatakan sangat-sangat buruk. 

Emang apa sih hubungannya literasi dengan kejayaan suatu bangsa? Dikutip dari buku yang berjudul generasi emas karya Ahmad Rifa’I, dampak negatif kurangnya literasi adalah 

1.      Generasi pemalas

2.      Kurangnya pengetahuan atau berwawasan rendah

3.      Sulit mendapatkan pekerjaan

4.      Sulit bersosialisasi

5.      Sulit mengembagkan potensi diri

6.      Tidak peduli terhadap sekitar.

Pakar-pakar yang lain kurang lebih menyebutkan hal yang sama, yaitu pemalas, minim wawasan, merasa paling benar atau egois, toleransi rendah, gampang tersinggung, kata-katanya pedas atau toxic dan sebagainya. 

Jika dalam satu komunitas terdiri atas 1000 orang, hanya satu saja yang memiliki literasi bagus, dan 999 sisanya buruk, apakah mungkin 1000 orang ini akan mencapai kesuksesan? Atau apakah bisa 1 orang dapat menutup kekurangan 999 orang lainnya? Dan coba bayangkan, skalanya kita perluas, skala nasional, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah kurang lebih 280 juta orang. Jika kita mengacu pada survey sebelumnya, berarti hanya 280 ribu orang yang memiliki literasi yang baik, dan 280 ribu orang ini berada pada komunitas yang jumlahnya 280 juta orang. Mari sama-sama kita bertanya kepada diri sendiri, apakah bisa 280 ribu orang membawa Indonesia kepada puncak kejayaan 20 tahun akan datang? Mungkin saja setengah dari mereka ada yang sudah tua, sudah tidak punya kekuasaan, tidak ada wewenang, dan tidak memiliki pangkat dan jabatan. Maka makin kecil juga angka orang-orang dengan literasi yang baik yg berada pada usia produktifnya.

Fakta kedua masih dari kominfo, indoneisa pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebanyak itu Indonesia berada pada urutan ke 4 pengguna smartphone terbanyak di dunia. Apakah ini hal yang positif? Seharusnya iya, karna smartphone dibuat untuk mempercepat pertumbuhan smart people. Tapi jika dilihat dari kenyataan yang ada justru sebaliknya, smartphone bukannya menambah minat baca justru malah menambah jumlah orang-orang cerewet di media social. Ini dibuktikan dari survey yang mengatakan bahwa Indonesia berada pada urutan ke lima dalam hal pengguna media social paling cerewet atau toxic di dunia. 

Lalu pertanyaannya dimana letak salahnya? Ternyata hampir semua pengguna smartphone Indonesia hanya digunakan untuk entertainment atau hiburan bukan untuk menambah wawasan. Smartphone berjam-jam digunakan untuk mengkases media social, game, judi bahkan pornografi. Untuk hal yang positif seperti untuk membantu pekerjaan, membaca berita, membaca jurnal-jurnal ilmu pengetahuan, melihat video tutorial dsb, hanya dalam waktu 10 menit – 15 menit. Rata-rata penggunaan smartphone orang Indonesia dalam satu hari kurang lebih 9 jam. Dari 9 jam tersebut digunakan untuk hal yang positif tidak sampai 1 jam. Jadi tidak heran kalau pengguna smartphone atau netizen Indonesia adalah netizen paling toxic di dunia. 

Salah satu dampak paling buruk era digital ini menurut kominfo adalah Indonesia jadi sasaran empuk untuk informasi provokasi, hoax, fitnah, judi bahkan pornografi. Kecepatan jari untuk like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Inilah fakta yang disimpulkan oleh kominfo Indonesia. 

Jadi solusinya apa? Salah satunya adalah dengan meningkatkan daya literasi generasi Indonesia, terutama dimulai dari bangku sekolah, karena pada hakikatnya sekolah adalah markasnya literasi. 

Dulu ada pepatah yang mengatakan buku adalah jendela dunia. Karena dengan rajin membaca buku seolah-olah kita sudah berkeliling dunia. Hanya orang-orang yang rajin membaca buku yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang tinggi. Gelar sarjana tidak menjamin seseorang itu memiliki lmu pengetahuan, tetapi orang yg bergelar sarjana yang rajin membaca bisa dipastikan dia memiliki wawasan yang luas. 

Di era digital saat ini, bisa diartikan bahwa internet adalah jendela dunia. Karena dengan adanya internet informasi bisa didapatkan dengan cepat dan gratis. Jika kita Kembali ke tahun 90-an dan tahun-tahun sebelumnya, dimana internet belum ada, ilmu kita hanya sebatas dari buku yang kita punya atau kita pinjam. Sangat terbatas sekali informasi yg bisa didapatkan. Di masa sekarang ini masa-masanya big data atau kebanjiran informasi (information flooding). Siapa yang memegang data paling banyak maka bisa dipastikan perusahaannya kaya raya. Sebut saja google, facebook, tiktok dll. Mereka ini perusahaan apa sebenarnya? Tidak ada tambang mineralnya, tidak ada perkebunan dan peternakan yg mereka punya. Jadi mereka ini sebenarnya adalah perusahaan data. Mereka menambang dari data-data yang besar tersebut mereka dapat menghasilkan uang yang sangat besar. 

Di era digital sekarang ini data atau informasi itu adalah emas. Emas ada dimana-mana tetapi kenapa banyak dari kita yang belum sejahtera? Ibarat sebuah peribahasa “tikus mati di lumbung padi”, yang artinya era digitalisasi sekarang ini data dan informasi itu bertebaran dimana-mana, dapat diakses dengan mudah dan gratis, tetapi angka literasi kita menunjukkan bahwa generasi ini adalah generasi kelaparan, kelaparan pengetahuan, padahal didepan mereka sudah terhidang berbagai jenis makanan/informasi. Ironis sekali bukan?

Untuk itulah pentingnya literasi digital. Dengan itu kita memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas, sehingga menjadikan kita bijaksana dalam bertindak dan berkata-kata, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya. Ada banyak manfaat lainnya yang mungkin kita semua sudah mengetahuinya. 

Satu hal penutup dari saya, jadikanlah smartphone mu yang mengantarkanmu menjadi smart people, jangan sampai handphone-nya yang smart, people-nya malah jadi stup*d. Naudzubillah min zalik.

Wassalaamualaykum. 

Disusun oleh Selamat M. Harjono

48 views
9